Manusia Tertua Kelahiran Tahun 1825. 6 Kali Menikah Memiliki 18 Anak.Kakek Asal Blitar Ini Beberkan Rahasia Hidupnya

adsense 336x280

INFO BARU, BLITAR - Ada sebagian orang Indonesia yang usianya mencapai lebih dari 100 tahun.

Satu di antaranya, mbah Gotho, pria asal Sragen, Jateng.
Sebelum tutup usia pada 30 April 2017 lalu, ia sempat merayakan Ultah-nya yang ke-146 tahun.
Satu lagi, kakek yang dikabarkan usianya tertua saat ini adalah mbah Arjo Suwito.
Meski tak ada bukti tertulis atau kesaksian orang lain, namun kakek asal Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar ini mengklaim usianya sudah 200 tahun lebih.
Namun, data di balai desanya, ia tercatat kelahiran 1825.
Saat ini, ia hidup bersama anaknya, Ginem (53). Katanya, Ginem itu anaknya yang ke-18, dari istrinya yang keenam.
Sejak tahun 1990-an, mereka tinggal di lereng Gunung Kelud atau tepatnya, di Gunung Gedang.
Dari puncak Gunung Kelud itu, tempat mbah Arjo berjarak sekitar 10 kilometer.
Untuk menuju ke lokasi itu, tak mudah karena jalannya cukup sulit, dengan melalui perkebunan pohon Karet, yang masuk wilayah perhutani (BKPH Wlingi).
Makanya, itu harus ditempuh dengan sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti trail.
Jika mau ke tempat itu, rutenya harus melalui Kecamatan Talun, kemudian ke arah utara sekitar 12 kilometer yang sudah masuk Kecamatan Gandusari.
Dari Kecamatan Gandusari itu, harus ditempuh menggunakan sepeda motor trail, dan melalui dua desa.
Yakni, Desa Gandusari dan Gandungan.
Setelah melalui medan yang sulit sepanjang 7 km, itu baru sampai ke tempat mbah Arjo.
Tempat mbah Arjo itu lebih dikenal dengan Candi Wringin Branjang karena ada candi yang diperkirakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Bahkan, candi yang bangunannya mirip Candi Penataran itu disebut-disebut, yang menemukan pertama kali adalah mbah Arjo tahun 1990.
Saat itu, mbah Arjo baru sebulan menghuni lokasi itu, dan menemukan bangunan, yang terpendam tanah pegunungan.
Ditemui Minggu (14/1) pukul 09.00 WIB lalu, ia sedang duduk di dalam rumahnya. Rumah mbah Arjo, sangat tak layak karena lebih mirip gubuk, dengan ukuran 3 x 4 meter.
Dindingnya berasal dari bambu (gedek), namun sebagian belum dianyam dan cukup dipaku. Atapnya terbuat dari alang-alang bercampur jerami.
"Sejak saya tinggal di sini (1990-an), ya ini rumah saya. Ini saya tempati dengan anak perempuan saya," tutur Mbah Arjo, yang bicaranya masih lancar namun mengaku sudah setahun agak susah jalan.
Sejak tak bisa jalan itu, ia tak bisa beraktivitas apapun.
Bahkan, mulai berak, atau kencing, itu ia lakukan di atas tempat tidurnya, yang terbuat dari bambu, dengan tikar pandan, yang kondisinya sudah kusam.
Meski hidup di tengah hutan, namun ia mengaku tak kesulitan air bersih atau kebutuhan makan lainnya.
Sebab, di dekat tempat tinggalnya, ada kali, yang airnya cukup jernih.
Untuk makanannya, ia mengandalkan sayur yang ditanam sendiri, seperti daun singkong, dan bayam.
Sementara, berasnya, ia mengaku mendapat jatah beras raskin.
"Kalau nggak dapat jatah beras, ya saya sudah biasa cukup minum air putih saja," paparnya.
Ditanya usianya berapa? Mbah Arjo mengaku sudah 200 tahun.
Soal tahun kelahirannya, ia mengaku lupa dan hanya ingat harinya.
Yakni Selasa Kliwon (pada Subuh). Ia kelahiran Desa Gadungan, yang berjarak sekitar 8 Kilometer dari tempatnya sekarang ini.
"Kalau dikait-kaitkan dengan peristiwa jaman dulu soal masa kecil saya, ya saya sudah lupa. Namun, ketika jaman penjajah Jepang, saya sudah beristri yang keenam kali. Sebab, kelima istri saya itu meninggal dunia, sehingga saya menikah lagi, dan dapat istri orang Ponorogo, namanya Suminem. Ia meninggal dunia ketika Indonesia Merdeka," paparnya.
Sebanyak enam kali menikah itu, ia mengaku dikaruniai 18 anak.
Namun, 17 anaknya sudah meninggal dunia, dan tinggal satu, Ginem, yang hidup bersamanya.
Ia menuturkan, dari istri pertamanya, Sumini, warga Desa Pehpulo, Kecamatan Wates (Kab Blitar), ia punya anak satu, namun sudah lama meninggal.
Istri keduanya, Tuminem, asal Desa Semen, Kecamatan Gandusari, punya anak empat, juga sudah meninggal semua.
Dengan istri ketiga, Paijem, asal Desa Ngambak, Gandusari, punya anak empat, juga sudah meninggal. Istri keempat, Tumila, asal Pacitan, punya anak empat, juga sudah meninggal semua.
Untuk istrinya yang kelima, Tukinem, asal Ponorogo, tak dikaruniai anak, baru dari istrinya yang ke enam, Suminem, asal Ponorogo, dikaruniai empat anak.
Namun, ketiganya sudah meninggal dan tinggal Ginem, yang kini berusia 53 tahun. Hanya saja, ia saat ini mengalami keterbelakangan mental.
Widodo, Kades Gadungan, menuturkan, sebelum tinggal di komplek Candi Wringi Branjang, mbah Arjo itu warga desanya. Namun, sejak menemukan candi itu, ia ingin tinggal di situ, dengan mendirikan gubuk.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kisah Manusia Tertua di Indonesia Asal Blitar, Kakek Kelahiran Tahun 1825 Ini Simpan Rahasia Hidup,

adsense 336x280

0 Response to "Manusia Tertua Kelahiran Tahun 1825. 6 Kali Menikah Memiliki 18 Anak.Kakek Asal Blitar Ini Beberkan Rahasia Hidupnya"

Posting Komentar